Minggu, 01 April 2012

Apa itu KUHP?

KUHP merupakan singkatan dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana, yang nama aslinya adalah  Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie (WvSNI) dan untuk mengetahui apa itu KUHP, berikut akan dijelaskan latar belakang dibentuknya KUHP.
Berdasarkan isinya, hukum dapat dibagi menjadi dua yaitu hukum privat dan hukum publik (C.S.T Kansil).Hukum privat adalah hukum yg mengatur hubungan orang perorang, sedangkan hukum publik adalah hukum yg mengatur hubungan antara negara dengan warga negaranya. Hukum pidana menurut van hammel adalah “semua dasar-dasar dan aturan-aturan yang dianut oleh suatu Negara dalam menyelanggarakan ketertiban hukum yaitu dengan melarang apa yang bertentangan dengan hukum dan mengenakan suatu nestapa kepada yang melanggar peraturan tersebut”. KUHP dibentuk sebagai suatu aturan yang digunakan oleh Negara untuk menyelenggarakan ketertiban umum.
KUHP berlaku di Indonesia saat ini terbentuk sejak tahun 1915 (dalam bentuk kodifikasi) melalui Staatsblad 1915 No. 732. KUHP ini mulai berlaku sejak 1 Januari 1918 ketika Indonesia masih dalam penjajahan Belanda. Kodifikasi KUHP adalah selaras dengan Wetboek van Strafrecht (WVS) negeri Belanda. WVS bersumber dari Code Penal Perancis, dan Code Penal Perancis bersumber dari Hukum Romawi. Jadi, sumber KUHP sebenarnya dari Hukum Romawi. Hal ini tidak lepas dari adanya asas konkordasi (penyesuaian) dimana Negara jajahan akan mengikuti hukum yang berlaku di Negara penjajah. Prancis merupakan Negara jajahan Romawi, Belanda bekas jajahan Prancis dan Indonesia merupakan jajahan Belanda.
Walaupun KUHP sumbernya berdasarkan tiga peraturan hukum (Hukum Romawi, Code Penal,Wetboek van Strafrecht), tidak sepenuhya KUHP dibuat berdasarkan ketentuan ketiga hukum tersebut, diantaranya adalah penyiksaan dan pidana cap bakar yang ada dalam Code Penalditiadakan dan diganti dengan pidana yang lebih lunak, dualisme hukum yang terjadi pada saat Indonesia dijajah oleh Belanda, dimana membedakan antara golongan eropa dan non-eropa dihapuskan karena sudah tidak sesuai dengan kondisi Negara Indonesia yang sudah merdeka.
Pada masa penjajahan jepang tidak terjadi perubahan yang sinifikan dan masih tetap menggunakan hukum pidana Belanda yang didasarkan pada Pasal 131 jo. Psal 163 Indische Staatregeling selama tidak bertentangan dengan pemerintahan militer jepang.
Hukum pidana merupakan bagian dari hukum publik. Hukum pidana terbagi menjadi dua bagian, yaitu hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Hukum pidana materiil mengatur tentang penentuan tindak pidana, pelaku tindak pidana, dan pidana (sanksi). Di Indonesia, pengaturan hukum pidana materiil diatur dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP). Hukum pidana formil mengatur tentang pelaksanaan hukum pidana materiil. Di Indonesia, pengaturan hukum pidana formil telah disahkan dengan UU nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana (KUHAP) yang mengatur tentang hal-hal/tata cara pelaksanaan/proses hukum dalam prakteknya salah satunya di pengadilan.

sumber:

Undang-undang tentang ilegal logging

Bisa kita ketahui bahwa dalam beberapa tahun belakangan ini volume hutan kita sudah sangat berkurang. Bagaimana tidak, ilegal logging terjadi dimana-mana. banyak pohon-pohon ditebang tanpa ada izin resmi pemerintah untuk diperjual-belikan. Contohnya adalah di Kalimantan. Kita tahu bahwa hutan di Kalimantan adalah salah satu hutan terlebat dan terluas di dunia, karena itu Kalimantan adalah paru-paru dunia. Tapi dengan maraknya ilegal logging, fungsi dari hutan ini mulai berkurang. Jika kita melihat hutan Kalimantan melalui google maps, kita bisa melihat lubang-lubang karena penebangan liar oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab. Oleh sebab itu pemerintah melindungi hutan kita dengan beberapa undang-undang untuk memberi efek jera kepada para pelaku. Ada beberapa undang-undang  yang melindungi hutan indonesia salah satunya:

Pidana dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
Ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 50 dan sanksi pidananya dalam Pasal 78 UU No.41 Tahun 1999, merupakan salah satu dari upaya perlindungan hutan dalam rangka mempertahankan fungsi hutan secara lestari. Maksud dan tujuan dari pemberian sanksi pidana yang berat terhadap setiap orang yang melanggar hukum di bidang kehutanan ini adalah agar dapat menimbulkan efek jera bagi pelanggar hukum di bidang kehutanan (penjelasan umum paragaraf ke-18 UU No.41 Tahun 1999). Efek jera yang dimaksud bukan hanya kepada pelaku yang telah melakukan tindak pidana kehutanan, akan tetapi juga ditujukan kepada orang lain yang mempunyai kegiatan dalam bidang kehutanan sehingga timbul rasa enggan melakukan perbuatan melanggar hukum karena sanksi pidana yang berat.
Ada tiga jenis pidana yang diatur dalam Pasal 78 UU No.41 Tahun 1999 yaitu pidana penjara, pidana denda, dan pidana perampasan benda yang digunakan untuk melakukan perbuatan pidana. Ketiga jenis pidana ini dapat pula dijatuhkan kepada pelaku secara kumulatif. Ketentuan pidana tersebut dapat dicermati dalam rumusan sanksi pidana yang diatur dalam Pasal 78 UU No.41 Tahun 1999. Jenis pidana itu merupakan sanksi yang diberikan kepada pelaku yang melakukan kejahatan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 50 UU No.41 Tahun 1999.

Berdasarkan uraian tentang formulasi ketentuan pidana dan sanksinya yang diatur dalam UU No.41 Tahun 1999 di atas, maka dapat ditemukan unsur-unsur yang dapat dijadikan dasar hukum untuk penegakan hukum pidana terhadap kejahatan penebangan liar (illegal logging) yaitu;
1)    Merusak sarana dan prasarana perlindungan hutan
2)    Kegiatan yang keluar dari ketentuan perijinan sehingga merusak hutan
3)    Melanggar batas-batas tepi sungai, jurang dan pantai yang ditentukan undang-undang
4)    Menebang pohon tanpa ijin
5)    Menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga sebagai hasil hutan ilegal
6)    Mengangkut, menguasai atau memiliki hasil hutan tanpa Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH)
7)    Membawa alat-alat berat dan alat-alat lain pengelolaan hasil hutan tanpa ijin

Kepada pelanggar atau pelaku dapat dikenakan sanksi hukum berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Kitab Undang-Undang HukumPidana (KUHP). Dengan demikian ilegal logging adalah penebangan liar atau penebangan tanpa izin yang termasuk kejahatan ekonomi dan lingkungan karena menimbulkan kerugian material bagi negara serta kerusakan lingkungan/ekosistem hutan dan dapat dikenakan sanksi pidana dengan ancaman kurungan paling lama 10-15 tahun dan denda paling banyak Rp 5-10 miliar (UU No. 41 1999 tentang Kehutanan, Pasal 78).



 sumber: