Bisa kita ketahui bahwa dalam beberapa tahun belakangan ini volume hutan kita sudah sangat berkurang. Bagaimana tidak, ilegal logging terjadi dimana-mana. banyak pohon-pohon ditebang tanpa ada izin resmi pemerintah untuk diperjual-belikan. Contohnya adalah di Kalimantan . Kita tahu bahwa hutan di Kalimantan adalah salah satu hutan terlebat dan terluas di dunia, karena itu Kalimantan adalah paru-paru dunia. Tapi dengan maraknya ilegal logging, fungsi dari hutan ini mulai berkurang. Jika kita melihat hutan Kalimantan melalui google maps, kita bisa melihat lubang-lubang karena penebangan liar oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab. Oleh sebab itu pemerintah melindungi hutan kita dengan beberapa undang-undang untuk memberi efek jera kepada para pelaku. Ada beberapa undang-undang yang melindungi hutan indonesia salah satunya:
Pidana dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
Ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 50 dan sanksi pidananya dalam Pasal 78 UU No.41 Tahun 1999, merupakan salah satu dari upaya perlindungan hutan dalam rangka mempertahankan fungsi hutan secara lestari. Maksud dan tujuan dari pemberian sanksi pidana yang berat terhadap setiap orang yang melanggar hukum di bidang kehutanan ini adalah agar dapat menimbulkan efek jera bagi pelanggar hukum di bidang kehutanan (penjelasan umum paragaraf ke-18 UU No.41 Tahun 1999). Efek jera yang dimaksud bukan hanya kepada pelaku yang telah melakukan tindak pidana kehutanan, akan tetapi juga ditujukan kepada orang lain yang mempunyai kegiatan dalam bidang kehutanan sehingga timbul rasa enggan melakukan perbuatan melanggar hukum karena sanksi pidana yang berat.
Ada tiga jenis pidana yang diatur dalam Pasal 78 UU No.41 Tahun 1999 yaitu pidana penjara, pidana denda, dan pidana perampasan benda yang digunakan untuk melakukan perbuatan pidana. Ketiga jenis pidana ini dapat pula dijatuhkan kepada pelaku secara kumulatif. Ketentuan pidana tersebut dapat dicermati dalam rumusan sanksi pidana yang diatur dalam Pasal 78 UU No.41 Tahun 1999. Jenis pidana itu merupakan sanksi yang diberikan kepada pelaku yang melakukan kejahatan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 50 UU No.41 Tahun 1999.
Berdasarkan uraian tentang formulasi ketentuan pidana dan sanksinya yang diatur dalam UU No.41 Tahun 1999 di atas, maka dapat ditemukan unsur-unsur yang dapat dijadikan dasar hukum untuk penegakan hukum pidana terhadap kejahatan penebangan liar (illegal logging) yaitu;
1) Merusak sarana dan prasarana perlindungan hutan
2) Kegiatan yang keluar dari ketentuan perijinan sehingga merusak hutan
3) Melanggar batas-batas tepi sungai, jurang dan pantai yang ditentukan undang-undang
4) Menebang pohon tanpa ijin
5) Menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga sebagai hasil hutan ilegal
6) Mengangkut, menguasai atau memiliki hasil hutan tanpa Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH)
7) Membawa alat-alat berat dan alat-alat lain pengelolaan hasil hutan tanpa ijin
Kepada pelanggar atau pelaku dapat dikenakan sanksi hukum berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Kitab Undang-Undang HukumPidana (KUHP). Dengan demikian ilegal logging adalah penebangan liar atau penebangan tanpa izin yang termasuk kejahatan ekonomi dan lingkungan karena menimbulkan kerugian material bagi negara serta kerusakan lingkungan/ekosistem hutan dan dapat dikenakan sanksi pidana dengan ancaman kurungan paling lama 10-15 tahun dan denda paling banyak Rp 5-10 miliar (UU No. 41 1999 tentang Kehutanan, Pasal 78).
sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar