Pengertian Kredit
Macet
Dalam paket kebijakan deregulasi bulan Mei tahun 1993
(PAKMEI 1993), di Indonesia dikenal dua golongan kredit bank, yaitu kredit
lancar dan kredit bermasalah. Di mana kredit bermasalah digolongkan menjadi
tiga, yaitu kredit kurang lancar, kredit diragukan, dan kredit macet. Kredit
macet inilah yang sangat dikhawatirkan oleh setiap bank, karena akan mengganggu
kondisi keuangan bank, bahkan dapat mengakibatkan berhentinya kegiatan usaha
bank.
Kredit macet atau problem loan adalah kredit yang mengalami
kesulitan pelunasan akibat adanya faktor-faktor atau unsur kesengajaan atau
karena kondisi di luar kemampuan debitur. (Siamat, 1993, hal: 220).
Suatu kredit digolongkan ke dalam kredit macet bilamana:
(Sutojo, 1997, hal: 331)
|
Tidak dapat memenuhi kriteria kredit lancar, kredit kurang
lancar dan kredit diragukan; atau
|
|
Dapat memenuhi kriteria kredit diragukan, tetapi setelah
jangka waktu 21 bulan semenjak masa penggolongan kredit diragukan, belum
terjadi pelunasan pinjaman, atau usaha penyelamatan kredit; atau
|
|
Penyelesaian pembayaran kembali kredit yang bersangkutan,
telah diserahkan kepada pengadilan negeri atau Badan Urusan Piutang Negara
(BUPN), atau telah diajukan permintaan ganti rugi kepada perusahaan asuransi
kredit.
|
Sejak krisis keuangan yang berlanjut dengan krisis ekonomi
yang melanda Indonesia
sejak tahun 1997, penyelesaian kredit macet bank-bank di Indonesia ditangani
oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Berkaitan dengan kasus kredit macet di Indonesia Menko
Ekuin, Kwik Kian Gie mengatakan bahwa sampai saat ini jumlahnya sudah mencapai
Rp 600 trilyun (InfoBank, Edisi Nomor 245, Januari 2000, hal:14). Menurut hemat
kami hal ini tampaknya lebih disebabkan karena faktor kesengajaan.
Betapa tidak, sebagian besar dana kredit yang dimiliki bank
disalurkan kepada debitur kelompok usahanya sendiri, yang disebut perusahaan
terafiliasi. Dimana dalam penyalurannya kurang atau mungkin tidak didasarkan pada
studi kelayakan (feasibility study), dan bahkan besarnya kredit yang mereka
ajukan jumlahnya telah di ‘mark up’ terlebih dahulu. Sebagai contoh adalah Bank
Dagang Nasional Indonesia (BDNI) dan Bank Umum Nasional (BUN), yang
masing-masing secara berurutan menyalurkan 90,7% dan 78,4% (Kwik Kian Gie,
1999, hal: 124) untuk kepentingan kelompok usahanya sendiri.
Penyebab kredit
macet
a. Error Omission (EO)
Timbulnya kredit macet yang ditimbulkan oleh adanya unsur kesengajaan untuk melanggar kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan.
b. Error Commusion
Timbulnya kredit macet karena memanfaatkan lemahnya peraturan atau ketentuan yaitu memang belum ada atau sudah ada, tetapi tidak jelas.
Kredit-kredit yang disalurkannya jika banyak yang macet akan menimbulkan kerugian yang besar. Kerugian yang besar ini akan menghambat operasi perusahaan. Dan supaya kegiatan perbankan tidak terganggu, maka nanti Pemerintah juga yang harus memberi injeksi modal. Artinya, rakyat juga yang harus menanggung beban yang ditimbulkan oleh kredit macet itu. Selain itu, bank-bank Pemerintah hingga kini masih dominan dalam jumlah asset terhadap keseluruhan aset perbankan nasional.
Biasanya di saat kredit macet terjadi dan dilakukan pemeriksaan, maka persoalannya tidak akan lepas dari EO dan EC atau bahkan karena dua-duanya. Berdasarkan pengalaman kasus-kasus perbankan nasional yang berkaitan dengan kredit macet mnimbulkan semacam persepsi yang cenderung menjadi suatu “mitos” yang masih dianut, antara lain adalah :
Timbulnya kredit macet yang ditimbulkan oleh adanya unsur kesengajaan untuk melanggar kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan.
b. Error Commusion
Timbulnya kredit macet karena memanfaatkan lemahnya peraturan atau ketentuan yaitu memang belum ada atau sudah ada, tetapi tidak jelas.
Kredit-kredit yang disalurkannya jika banyak yang macet akan menimbulkan kerugian yang besar. Kerugian yang besar ini akan menghambat operasi perusahaan. Dan supaya kegiatan perbankan tidak terganggu, maka nanti Pemerintah juga yang harus memberi injeksi modal. Artinya, rakyat juga yang harus menanggung beban yang ditimbulkan oleh kredit macet itu. Selain itu, bank-bank Pemerintah hingga kini masih dominan dalam jumlah asset terhadap keseluruhan aset perbankan nasional.
Biasanya di saat kredit macet terjadi dan dilakukan pemeriksaan, maka persoalannya tidak akan lepas dari EO dan EC atau bahkan karena dua-duanya. Berdasarkan pengalaman kasus-kasus perbankan nasional yang berkaitan dengan kredit macet mnimbulkan semacam persepsi yang cenderung menjadi suatu “mitos” yang masih dianut, antara lain adalah :
1. Bahwa bank tidak mengalami
kerugian akibat resiko kredit. Atas pemahaman ini, maka merupakan kesalahan
sekaligus “kejahatan” besar apabila pada sebuah bank tercatat adanya
kredit macet. Padahal risiko kredit jelas merupakan risiko yang selalu ada dan
tidak bisa dihindari.
2. Dalam setiap kasus kredit
macet, maka selalu diartikan itu karena terjadi kolusi dan atau korupsi apakah
oleh pihak oknum bankir ataupun oknum nasabahnya. Hal tersebut bisa saja
terjadi, tetapi tidak semua kredit macet karena kolusi dan korupsi.
3. Dalam setiap penanganan kredit
macet selalu mengutamakan pendekatan “sapu jagat” di mana going concern
baik bank dan perusahaannya menjadi diabaikan. Kalau kredit macet itu karena
ulah oknumnya, maka bukan berarti bank ataupun perusahaannya harus dimatiin.
Bank yang tercemar akan menimbulkan efek domino berupa terjadi krisis
kepercayaaan terhadap industri perbankan. Efek domino itu sering negative
melalui pencairan dana da melarikannya ke luar negeri.
4. Ada kecenderungan kajian atas kredit macet
mengabaikan term of reference masa lalu. Kredit yang diputus tahun 2000,
misalnya, dan kemudian macet tahun 2004, maka berusahalah dikaji atas
dasar term of reference pada tahun 2000. Misalnya, hal-hal yang berkaitan
dengan asumsi.
Dengan pedekatan term of reference, biasanya akan diketehui
apakah redit macet itu karena error omission atau error commission. Jadi
kesalahannya bias saja bukan pada dasar keputusannya, tetapi karena masalah
monitoring dan pembinaan bank terhadap nasabahnya. Sama-sama salah, tetapi
esensi- nya menjadi lebih jelas dan memudahkan menemukan siapa yang bertanggung
jawab, bukan siapa yang dipersalahkan.
Harusnya kalau kredit macet itu terbukti memang karena oknumnya yang salah, maka segera saja proses secara hukum terhadap oknumnnya. Itu pun dengan tetap menjaga asa praduga tak bersalah. Adalah sangat bijak kalau bank dan perusahaannya bisa dibiarkan berjalan terus apakah oleh manajemen baru atau kalau perlu ditunjuk dari kalangan professional atas dasar penugasan dari Negara. Sebab sangatlah tidak tepat dan bijaksana kalau perusahaannya harus ditutup di mana para pekerjanya yang sama sekali tidak bersalah akan ikut menjadi korbannya.
Harusnya kalau kredit macet itu terbukti memang karena oknumnya yang salah, maka segera saja proses secara hukum terhadap oknumnnya. Itu pun dengan tetap menjaga asa praduga tak bersalah. Adalah sangat bijak kalau bank dan perusahaannya bisa dibiarkan berjalan terus apakah oleh manajemen baru atau kalau perlu ditunjuk dari kalangan professional atas dasar penugasan dari Negara. Sebab sangatlah tidak tepat dan bijaksana kalau perusahaannya harus ditutup di mana para pekerjanya yang sama sekali tidak bersalah akan ikut menjadi korbannya.
Munculnya kredit bermasalah termasuk di dalamnya kredit macet, pada dasarnya tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan melalui suatu proses. Terjadinya kredit macet dapat disebabkan baik oleh pihak kreditur (bank) maupun debitur. Faktor-faktor penyebab yang merupakan kesalahan pihak kreditur adalah:
1.
Keteledoran bank
mematuhi peraturan pemberian kredit yang telah digariskan;
2.
Terlalu mudah
memberikan kredit, yang disebabkan karena tidak ada patokan yang jelas tentang
standar kelayakan permintaan kredit yang diajukan;
3.
Konsentrasi dana
kredit pada sekelompok debitur atau sektor usaha yang beresiko tinggi;
4.
Kurang memadainya
jumlah eksekutif dan staf bagian kredit yang berpengalaman;
5.
Lemahnya bimbingan dan
pengawasan pimpinan kepada para eksekutif dan staf bagian kredit;
6.
Jumlah pemberian
kredit yang melampaui batas kemampuan bank;
7.
Lemahnya kemampuan
bank mendeteksi kemungkinan timbulnya kredit bermasalah, termasuk mendeteksi
arah perkembangan arus kas (cash flow) debitur lama;
Tidak mampu bersaing, sehingga terpaksa menerima
debitur yang kurang bermutu. (Sutojo, 1999, hal: 216)Sedang faktor-faktor penyebab kredit macet yang diakibatkan karena kesalahan pihak debitur antara lain:
Menurunnya kondisi usaha bisnis perusahaan, yang disebabkan merosotnya kondisi ekonomi umum dan/atau bidang usaha dimana mereka beroperasi;
1.
Adanya salah urus
dalam pengelolaan usaha bisnis perusahaan, atau karena kurang berpengalaman
dalam bidang usaha yang mereka tangani;
2.
Problem keluarga,
misalnya perceraian, kematian, sakit yang berkepanjangan, atau pemborosan dana
oleh salah satu atau beberapa orang anggota keluarga debitur;
3.
Kegagalan debitur pada
bidang usaha atau perusahaan mereka yang lain;
4.
Kesulitan likuiditas
keuangan yang serius;
5.
Munculnya kejadian di
luar kekuasaan debitur, misalnya perang dan bencana alam;
6.
Watak buruk debitur
(yang dari semula memang telah merencanakan tidak akan mengembalikan kredit).
(Sutojo, 1999, hal: 334)
Setiap penyaluran kredit oleh bank tentu mengandung resiko, karena adanya keterbatasan kemampuan manusia dalam memprediksi masa yang akan datang. Apalagi dalam situasi dan kondisi ‘lingkungan’ yang cepat berubah dan penuh ketidakpastian seperti sekarang ini. Beberapa hal penting yang harus dilakukan oleh bank dalam menekan atau mengurangi seminimal mungkin resiko pemberian kreditnya, adalah:
1.
Penilaian/Analisis
terhadap Permohonan Kredit
Setiap permohonan kredit yang diajukan oleh calon
debitur, tentu harus dilakukan penilaian secara seksama oleh pejabat bank.
Terlebih lagi untuk pemberian kredit jangka panjang, seperti kredit investasi
misalnya. Mengingat semakin lama jangka waktu kredit, maka semakin tinggi
faktor ketidakpastiannya, sehingga semakin besar pula resiko yang dihadapi
bank.Dalam penilaian kredit, ada prinsip-prinsip yang harus diperhatikan yaitu prinsip 5 C + 1C, yang meliputi:
a.
Character
Character atau watak debitur sangat menentukan
kemauan untuk membayar kembali kredit yang telah diterimanya. Namun demikian,
untuk mengetahui character seseorang itu tidak mudah. Oleh karena itu,
penilaian atas character debitur perlu dilakukan secara hati-hati dan secermat
mungkin. Informasi dari keluarga dan teman-teman dekat dari debitur, serta
informasi dari bank pemberi kredit sebelumnya adalah sangat penting.Untuk mengetahui dan memperoleh gambaran yang jelas tentang watak calon debitur ini, dapat dilakukan usaha-usaha seperti: melakukan interview langsung terhadap calon debitur; meneliti daftar riwayat hidupnya, mengetahui reputasi calon debitur berdasarkan informasi dari ‘lingkungan’ usahanya, serta meneliti kegiatan dan pengalaman-pengalaman usahanya.
b.
Capacity
Capacity mengandung arti kemampuan calon debitur
dalam mengelola usahanya. Dengan demikian, capacity berkaitan erat dengan
kemampuan calon debitur dalam melunasi kreditnya. Unsur-unsur yang dinilai
untuk mengetahui kemampuan calon debitur antara lain meliputi penilaian
terhadap:
| |
| |
| |
| |
| |
| |
|
c.
Capital
Informasi mengenai besar kecilnya modal (capital)
perusahaan calon debitur adalah sangat penting bagi bank. Modal yang
dimaksudkan disini adalah modal sendiri (networth) atau nilai kekayaan bersih
yang dimiliki perusahaan, yang merupakan selisih antara total aktiva dengan
total kewajiban (utang). Semakin besar modal yang dimiliki perusahaan merupakan
cerminan keberhasilan perusahaan di masa lalu, dan ini tentunya semakin baik
dihadapan bank. Mengingat kredit bank hanya merupakan pelengkap atau tambahan
bagi pembiayaan kegiatan operasional perusahaan. Posisi modal suatu perusahaan
dapat dianalisis dari laporan keuangannya. Untuk mendapatkan gambaran yang
lengkap tentang modal perusahaan, maka bank harus melakukan analisis terhadap
laporan keuangan perusahaan selama paling tidak tiga tahun periode akuntansi
sebelumnya.
d.
Collateral
Collateral (jaminan kredit) merupakan setiap
aktiva atau barang-barang yang diserahkan debitur sebagai jaminan atas kredit
yang diperoleh dari bank. Manfaat jaminan ini bagi bank adalah sangat penting,
sebagai ‘back up’ atas kredit yang diberikan kepada debitur. Tujuannya adalah
agar bank dapat memperoleh pelunasan kembali atas kredit yang diberikan kepada
debitur, apabila kelak debitur tidak mampu melunasi kreditnya atau pun ingkar janji
(wan prestasi). Atas jaminan yang diberikan oleh debitur, maka perlu
diperhatikan cara pengikatannya sesuai dengan hukum yang berlaku, untuk
menghindari sengketa yang kemungkinan muncul di kemudian hari.
e.
Conditions
Yang dimaksud conditions disini adalah keadaan
perekonomian secara umum dimana perusahaan tersebut beroperasi. Kondisi
perekonomian sangat menentukan keberhasilan maupun kegagalan suatu perusahaan.
Oleh karena itu, bank atau dalam hal ini analis kredit, harus mempertimbangkan
keadaan perekonomian, dan proyeksi perekonomian selama jangka waktu kredit yang
diberikan.
f.
Constraint
Dalam pemberian kredit, bank perlu juga mengetahui
dan mempertimbangkan hambatan (constraint) yang mungkin muncul di lapangan.
Bank perlu mengetahui tanggapan masyarakat setempat terhadap rencana investasi
yang akan dilakukan oleh calon debiturnya, karena bisa saja masyarakat setempat
menolak rencana investasi tersebut. Sebagai contoh seorang debitur mengajukan
kredit untuk membangun sebuah peternakan babi misalnya. Nah, pihak bank perlu
mengetahui bagaimana tanggapan masyarakat setempat, apakah menerima atau
menolak kehadiran peternakan tersebut.
Penyelamatan
dan penyelesaian kredit macet
Apabila sampai terjadi kredit bermasalah, maka harus
melakukan upaya-upaya dalam mengatasi kredit bermasalah sampai tidak ada
alternative lainnya, serta melakukan penghapusan kredit dan pengelolaan kredit
yaitu telah dihapus bukukan.
1. Penyelamatan kredit bermasalah tersebut dilakukan dengan
cara (Recedulling, Reconditioning, Retructurng).
- Penjadwalan kembali
(Rescheduling), yaitu perubahan syarat kredit yang hanya menyangkut jadwal
pembayaran dan atau jangka waktunya.
- Persyaratan kembali
(Reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit
yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu dan atau
persyaratan lainnya, sepanjang tidak menyangkut maksimum saldo kredit.
- Penataan kembali (Restructuring),
yaitu perubahan syarat-syarat kredit yang meliputi reschedulling,
reconditioning.
2. Penyelesaian kredit macet
penyelesaian kredit bermasalah secara damai.
penyelasaian kredit bermasalah secara saluran hukum.
Analisis
Adanya kredit bermasalah tersebut akan menyebabkan menurunnya pendapatan bank, selanjutnya memungkinkan terjadinya penurunan laba. Kredit bermasalah dapat dilakukan secara sistematis dengan mengembangkan system “pengenalan diri” yang berupa suatu daftar kejadian atau gejala yaitu diperkirakan dapat menyababkan suatu pinjaman berkembang menjadi kredit bermasalah.
Dengan deteksi dan pengenalan diri akan sangat penting untuk mengantisipasi kemungkinan masalah yang timbul, baik secara individual maupun secara portofolio kredit dan menyusun rencana serta mengambil langkah sebelum masalah benar-benar terjadi.
sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Kredit_bermasalah
http://id.scribd.com/doc/51808795/Penyebab-Kredit-Bermasalah
http://www.ut.ac.id/html/suplemen/adbi4331/modul_6.htm
http://mbegedut.blogspot.com/2012/09/makalah-manajemen-keuangan-penanganan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar